Ada 2 sematan Al-Qur’an untuk perbuatan kaum Sodom (LGBT); Pertama, Fahisyah, kedua, Khabaits (jamak khabitsah).
1. Fahisyah (Keji)
Ada puluhan ayat yang memuat tentang kisah Nabi Luth as. dan segala yang menyertainya dari perilaku kaumnya. Dari puluhan ayat tersebut, terdapat tiga ayat yang melabelinya sebagai fahisyah, yaitu QS. al-A’raf [7]: 80, al-Naml [27]: 54 dan QS. al-‘Ankabut [29]: 28.
– وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
“(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) ketika dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” (QS. al-A’raf [7]: 80).
– وَلُوْطًا اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اَتَأْتُوْنَ الْفَاحِشَةَ وَاَنْتُمْ تُبْصِرُوْنَ
“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, sedang kamu memperlihatkan(nya)?” (QS. al-Naml [27]: 54)
– وَلُوْطًا اِذْ قَالَ لِقَوْمِهٖٓ اِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الْفَاحِشَةَ ۖمَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ اَحَدٍ مِّنَ الْعٰلَمِيْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata pepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan fahisyah yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu.” (QS. al-‘Ankabut [29]: 28).
Secara bahasa, Ibn Faris, dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah (kamus yang berbasis analisis semantik dari segi akar kata dan asal-usulnya dalam bahasa Arab) menyimpulkan bahwa pola kata fa’-ha’-syin menunjukkan sesuatu yang buruk, keji dan dibenci.
Sedangkan al-Ashfahani, dalam Mufrodat Alfadzil Quran (kamus kosakata Al-Qur’an) mengartikan fahisyah sebagai perbuatan atau perkataan yang sangat buruk.
2. Khabaits (Kotor, Buruk)
Selain dilabeli sebagai fahisyah, perilaku kaum Nabi Luth AS disebut sebagai “khaba’its”, bentuk jamak dari khabitsah.
Tepatnya dalam QS. al-Anbiya’ [21]: 74.
وَلُوْطًا اٰتَيْنٰهُ حُكْمًا وَّعِلْمًا وَّنَجَّيْنٰهُ مِنَ الْقَرْيَةِ الَّتِيْ كَانَتْ تَّعْمَلُ الْخَبٰۤىِٕثَ ۗاِنَّهُمْ كَانُوْا قَوْمَ سَوْءٍ فٰسِقِيْنَۙ
Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan-perbuatan khabits (khaba’its). Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik (QS. al-Anbiya’ [21]: 74).
Secara bahasa, Ibn Faris menyimpulkan bahwa pola kata kha’-ba’-tsa’ adalah antonim dari kata thayyib (baik; bagus; bersih; dan sebagainya). Jadi, khabits berarti “buruk; jelek; kotor; dan sebagainya). Sedangkan al-Ashfahani mengartikan kata khabits sebagai sesuatu yang dibenci, jelek dan hina, baik secara empiris maupun logis.
Dari sini al-Ashfahani menyebut bahwa kata khabits dijadikan sebagai kinayah dari homoseksual.
Selain untuk liwath (LGBT), sebutan fahisyah hanya untuk perbuatan zina (QS. al-Isra’ [17]: 32, riba (QS. Ali ‘Imran [3]: 135), tradisi thawaf dengan telanjang bulat pada masa Jahiliyah (QS. al-A’raf [7]: 28), menyebar desas-desus tentang kasus perzinahan (QS. al-Nur [24]: 19). Dan kesemua itu adalah dosa besar.
Adapun kata khaba’its hanya disebutkan dua kali dalam al-Qur’an. Pertama, QS. al-Anbiya’ [21]: 74 yang berhubungan dengan perilaku kaum sodom. Kedua, QS. al-A’raf [7]: 157 yang berhubungan dengan aneka makanan yang diharamkan, seperti babi, darah dan bangkai.
Simpulan dari paparan di atas adalah al-Qur’an melabeli perbuatan LGBT sebagai fahisyah yang berarti perbuatan keji yang tergolong dosa besar; dan sebagai perilaku khabits yang berarti perbuatan kotor dan menjijikan. Wallahu alam.
.
Batam (13/7/2023)
by. Ust. Azhari